Kamis, 07 Agustus 2014

PTK FISIKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan, dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Agar pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung sesuai yang diharapkan, maka perlu mendapatkan perhatian yang serius baik oleh pemerintah, masyarakat, orang tua dan guru yang telah diperkenalkan kepada peserta didik sejak tingkat dasar sampai ke tingkat yang lebih tinggi yang merupakan masalah penting dalam kurikulum. Manfaat pembelajaran fisika bukan hanya memberikan kemampuan dalam perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir, terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Fisika merupakan salah satu bidang studi yang penting namun kenyataan di sekolah, fisika merupakan mata pelajaran yang sangat membosankan karena memaksa peserta didik untuk berpikir rumus-rumus dan  menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Kita ketahui bersama bahwa tujuan diberikannya fisika secara umum di sekolah adalah untuk membantu kegiatan belajar peserta didik mempersiapakan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia nyata yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis serta mempersiapkan peserta didik agar dapat menggunakan fisika dan pola pikir fisika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pengalaman penulis ketika mengajar di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) pada SMP N 3 Krayan adalah sebagai berikut:
1.         Sebagian besar peserta didik dalam hal ini terdiri dari 10 dari 17 orang atau ± 58 % memiliki buku paket  tetapi kurang diminati karena terlalu sulit untuk dipahami siswa dan berisi contoh soal yang tidak bersesuaian antara konsep  massa jenis dan hasilnya sehingga peserta didik memiliki kesulitan dalam menyelesaiakan soal latihan dan tugas, peserta didik tidak memiliki buku tambahan sehingga memiliki kesulitan dalam menghitung besaran fisis karena kurangnya latihan.
2.         Peserta didik sulit mengerjakan soal yang berbeda pada konsep yang sama dalam pokok bahasan massa jenis contohnya menghitung volume dan massa benda terdiri dari 14 dari 17 orang atau ± 82,3 %.
3.         Peserta didik sulit melakukan operasi perkalian dan pembagian pada materi massa jenis terdiri dari 9 dari 17 orang atau ± 52,9 %
4.         Kesulitan mengaitkan konsep massa jenis dengan kehidupan sehari-hari 10 dari 17 0rang ± 58 %
5.         Peserta didik cenderung lebih cepat bosan  dalam mengikuti pelajaran 14 dari 17 orang atau ± 82,3 %.


Hal ini disebabkan karena pada umumnya peserta didik memandang fisika sangat sulit dipahami bahkan sulit dimengerti definisi dan konsepnya oleh para peserta didik. Beberapa faktor penyebab sulit dimengerti definisi dan konsep fisika, guru lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi peserta didik. Akibatnya siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan pengetahuan dan konsep sehingga berdampak pada rendahnya pemahaman konsep fisika.
Guru sebagai pengajar perlu mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan mencoba strategi pembelajaran yang lebih menarik bagi siswa dan tidak membosankan agar dapat membangkitkan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran fisika. Pemahaman konsep siswa yang meningkat membuat siswa belajar dengan sungguh-sungguh sehingga dapat berhasil dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan memahami konsep merupakan faktor penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hal tersebut terutama pada saat para peserta didik harus memahami konsep-konsep dasar dari mata pelajaran yang biasanya dinyatakan dalam bentuk narasi. Disamping itu, kemampuan dalam mengartikan hal lainnya adalah dibutuhkan para peserta didik SMP dalam mempelajari mata pelajaran adalah kemampuan dalam menunjang belajar peserta didik seperti: membaca, memahami maksud materi dalam hal ini definisi,  konsep, dan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Agar peserta didik dapat memahami isi dan kandungan mata pelajaran fisika.
Oleh karena itu, disinilah peran guru untuk memilih model pembelajaran yang tepat dalam menyelenggarakan pembelajaran fisika, terutama pembelajaran yang dapat menghapus bayangan buruk tersebut terhadap bidang studi fisika. Dengan demikian, guru harus memilih salah satu model pembelajaran yang tepat sesuai dengan tipe bidang studi yakni fisika. Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE) merupakan model pembelajaran perencanaan dan kegiatan belajar mengajar dimana peserta didik dapat menghubungkan konsep-konsep fisika, mengorganisasikan pengetahuan dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi yang digunakan dengan menggunakan teknik scramble yang merupakan teknik dalam memahami konsep fisika menggunakan kartu soal dan jawaban yang diacak nomor dan hurufnya yang dikerjakan peserta didik mencapai hasil belajar fisika yang baik.
Model pembelajaran CORE dengan teknik scramble agar dapat menunjang aktivitas belajar dan pemahaman peserta didik lebih maksimal terhadap konsep fisika dan menjadi pengalaman peserta didik untuk belajar lebih maksimal mengenai suatu materi fisika dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) Dengan Menggunakan Teknik Scramble Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika  tentang  Massa Jenis Pada Siswa  Kelas VII SMP Negeri 3 Krayan”.

1.2  Perumusan Masalah dan Pemecahannya
1.   Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelititan tindakan kelas  ini adalah bagaimana cara menerapkan model pembelajaran CORE dengan teknik Scramble untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika tentang massa jenis pada  kelas VII SMP Negeri 3 Krayan?

2.   Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) Dengan Menggunakan Teknik Scramble Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika tentang Massa Jenis pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Krayan
            Penggunaan model pembelajaran  di atas sebagai suatu model pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didik agar dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan untuk memahami konsep dari suatu  materi yang diajarkan.
            Pembelajaran dengan model Connecting Organizing Reflecting Extending (CORE) merupakan model pembelajaran perencanaan dan kegiatan belajar mengajar dimana peserta didik dapat menghubungkan konsep-konsep fisika, mengorganisasikan pengetahuan dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi yang dipakai dengan menggunakan teknik scramble yang merupakan teknik dalam memahami konsep fisika menggunakan kartu soal dan jawaban yang diacak nomor dan hurufnya yang dikerjakan peserta didik mencapai hasil belajar fisika yang baik.



3.   Indikator Keberhasilan
Adapun indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep massa jenis adalah:
a.    Peserta didik mampu mendefenisikan konsep massa jenis
b.   Peserta didik mampu memahami satuan SI untuk massa jenis
c.    Peserta didik mampu menentukan massa jenis merupakan ciri khas suatu zat
d.   Peserta didik mampu merumuskan konsep massa jenis suatu benda
e.    Mengaplikasikan konsep massa jenis dalam kehidupan sehari-hari

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep fisika tentang massa jenis pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Krayan melalui model pembelajaran CORE dengan teknik Scramble.

1.4  Manfaat Penelitian
  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.    Bagi Peserta didik :
Untuk meningkatkan kemampuan menghubungkan konsep-konsep fisika, mengorganisasikan pengetahuan dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi yang dibahas menggunakan kartu soal dan jawaban yang diacak nomor dan hurufnya pada pokok bahasan masa jenis.
2.    Bagi Guru :
Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai, untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar peserta didik serta proses pembelajaran di kelas.

3.    Bagi Sekolah :
Untuk  memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran fisika di sekolah dan menjadi acuan bagi kawan seprofesi  dalam menerapkan strategi pembelajaran yang efektif.

1.5  Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari kesalahan penafsiran berbagai isu dalam penelitian ini, maka perlu menyajikan beberapa definisi operasional. Definisi-definisi tersebut adalah sebagai berikut:
1.   Model pembelajaran CORE dengan teknik scramble merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya beberapa tahap dimana terdiri dari Connecting (koneksi antar konsep), Organizing (organisasi ide untuk memahami materi), Reflecting (memikirkan kembali, mendalami dan menggali), dan Extending (mengembangkan) dalam pembelajaran melalui permainan yang terdiri dari kartu soal dan jawaban yang diacak nomor atau hurufnya dan diberikan kepada peserta didik untuk dikerjakan.
2.   Pemahaman konsep adalah pemahaman peserta didik terhadap suatu fakta, prinsip, dan hukum sesuai pendapat para ahli baik secara kualitatif maupun kuantitatif.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Belajar dan Mengajar
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar atau kegiatan pembelajaran itu berlangsung. Di mana yang dialami oleh peserta didik sebagai anak didik. Oleh karena itu, setiap guru perlu memahami sebaik-baiknya proses belajar murid agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan, mereka mengemukakan definisi belajar menurut pendapat mereka masing-masing. Sadiman (1996:1) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Hamalik (2007:36) mengemukakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Peserta didik akan mendapat pengalaman dengan menempuh langkah-langkah atau prosedur yang disebut belajar.
Menurut Burton dalam Usman (1995:5) belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dalam belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan dalam tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
2. Prinsip-Prinsip Belajar
Menurut Slameto (2003: 27-28) prinsip-prinsip belajar meliputi:
a.     Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1.      Dalam belajar setiap peserta didik harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional
2.      Belajar dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional
b.   Sesuai hakikat belajar
1.      Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
2.      Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery
3.      Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.
c.    Sesuai materi yang harus dipelajari
1.      Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,  penyajian yang sederhana, sehingga peserta didik mudah menangkap pengertiannya
2.      Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksioanl yang harus dicapainya
d.   Syarat keberhasilan belajar
1.      Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang
2.      Repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada peserta didik.

3. Motivasi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Adapun motivasi yang timbul dari dalam individu maupun akibat pengaruh dari luar secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik menurut Usman (1995:29) yakni:
1.         Motivasi intrinsik yaitu jenis motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain tetapi atas kemauan sendiri.
2.         Motivasi ekstrinsik yaitu jenis motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu apakah karena ada ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.

4. Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kondisi yang mendukung proses pembelajaran.
Untuk dapat memahami pengertian mengajar maka dapat dilihat beberapa pendapat para ahli sebagai berikut:
1.      Burton dalam Usman (1995:6) berpendapat bahwa mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab morel yang cukup berat dan merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik. 
2.      Joyle dan Weil dalam Usman (1995:4) mengemukakan 22 model mengajar yang dikelompokkan ke dalam 4 hal, yaitu (1) proses informasi, (2) perkembangan pribadi, (3) interaksi sosial, (4) modifikasi tingkah laku.
3.      Nasution dalam Sidjabat (2000:10) mengemukakan pengertian mengajar dari tiga definisi saja. Pertama, “mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak”. Kedua “mengajar adalah menyampaikan kebudayaan pada anak”. Ketiga “mengajar adalah satu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.     
4.      Oemar Hamalik (2007:58-63) berpendapat bahwa “Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik, yang meliputi : suatu proses penyampaian pengetahuan kepada peserta didik”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa:
Mengajar adalah membimbing kegiatan peserta didik dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar kita sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan perkataan lain proses mengajar adalah proses belajar. Peranan guru bukan saja sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar atau pemimpin belajar atau fasilitator belajar.
5.   Hakekat dan Pembelajaran Sains
Vardiansyah (2008:11) IPA (Sains) berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini sains dan teknologi menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology). Sains membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
2.2     Model Pembelajaran CORE
1.      Pengertian
           Model pembelajaran CORE yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Adapun keempat aspek tersebut adalah :
1.  Connecting (C) Merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi baru danantar konsep.
2. Organizing (O) Merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
3. Reflecting (R) Merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasiyang sudah didapat.
4. Extending (E) Merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan
           
a.                  Connecting (C)
Model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami,mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya.Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru siswa dilatih untuk mengingatinformasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk digunakandalam informasi/konsep baru.

b.                  Organizing (O)
Pada tahap ini, setelah menemukan solusi atau ide untuk menyelesaikan soal-soal pada LKS yang diberikan, peserta didik mampu mengorganisasikan pengetahuan yang sudah ada. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dimilikinya.

c.                   Reflecting (R)
Pada tahap ini, peserta didik terbuka dan menerima pendapat orang lain saat berdiskusi sehingga dapat meningkatkan berpikir reflektif dan melalui diskusi dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik dalam mempresentasikan, mengorganisasikan dan mengklarifikasikan  ide-ide yang telah terbangun Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya.

d.                  Extending (E)
Pada tahap ini, guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelasnya dan mengarahkan peserta didik untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya dan mengarahkan peserta didik pada kelompok lain untuk memberikan tanggapan terhadap jawaban teman mereka karena lewat presentasi, peserta didik bisa memperluas pengetahuan mereka tentang materi yang dipelajari. Dalam diskusi di kelas dengan menggunakan teknik scramble yakni peserta didik dipersiapkan untuk bermain menggunakan kartu soal dan kartu jawaban yang diacak nomor atau hurufnya untuk dikerjakan oleh peserta didik dalam memahami materi mengenai konsep fisika yang dipelajari. Extending, dengan kegiatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluas informasi yang sudah didapatnya dan menggunakan informasi dan dapat menemukan konsep dan informasi baru yang bermanfaat.

2.   Sintaks
1.      Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yaitu menyanyikan yang mana isi lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2.      Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru olehguru kepada siswa. Connecting (C),
3.      Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswadengan bimbingan guru. Organizing (O)
4.      Pembagian kelompok secara heterogen(campuran antara yang pandai, sedang,dan kurang),terdiri dari 4-5 orang.
5.      Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapatdan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. Reflecting (R)
6.      Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan,melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas. Extending (E)

3.   Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran CORE
Keunggulan:
1.   Siswa aktif dalam belajar
2.   Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi
3.   Melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah 
4.   Memberikan pengalaman belajar kepada siswa,karena siswa banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

Kelemahan:
1.      Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini.
2.      Menuntut siswa untuk terus berpikir kritis.
3.      Memerlukan banyak waktu.
4.      Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model CORE.

2.3     Teknik Pembelajaran Scramble
Teknik pembelajaran scramble adalah teknik pembelajaran yang membutuhkan ketelitian, kreativitas, dan daya ingat pembelajaran ini, melatih peserta didik dalam pemahaman konsep dan daya ingat dalam pembelajaran melaui permainan yang terdiri dari kartu soal dan jawaban yang diacak nomor atau hurufnya.

 Adapun pengklasifikasiannya dalam Darisman (2007:2) sebagai berikut:
1. Sintakmatik.
Sintakmatik merupakan tahapan langkah-langkah yang berisi fase-fase kegiatan dari teknik scramble
a.  Guru menyiapkan kartu soal yang telah dibuat sesuai materi pembelajaran.
b. Guru menyiapkan kartu jawaban dengan diacak nomornya sehingga peserta didik dapat mencari  jawaban yang tepat.
c.  Peserta didik duduk sesuai dengan kelompok masing–masing yang telah dibagi pada proses pembelajaran dan guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing-masing kelompok.
d.                         Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan soal dan mencari jawaban yang sesuai.
e.  Guru memberikan penilaian hasil kerja peserta didik.

 2.  Kelebihan Teknik Pembelajaran Scramble:
a.  Memudahkan mencari jawaban
b. Mendorong peserta didik untuk belajar mengerjakan soal tersebut
c.  Semua peserta didik terlibat
d.                         Kegiatan tersebut dapat mendorong pemahaman peserta didik terhadap konsep materi pembelajaran
e.  Melatih peserta didik untuk disiplin

3. Kekurangan Teknik Pembelajaran Scramble:
a.  Peserta didik kurang berpikir kritis
b. Peserta didik bisa mencontek jawaban temannya bila guru tidak jeli
c.  Mematikan kreatifitas peserta didik
d.                         Peserta didik hanya berkonsentrasi pada permainan
 4. Sistem Sosial
Teknik pembelajaran scramble bersifat aktif. Peserta didik dituntut aktif bekerjasama menyelesaikan kartu soal untuk memperoleh point bagi kelompok mereka. Peserta didik mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam menyelesaikan tugasnya. Setiap kelompok bekerjasama diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan. Guru hendaknya sebagai pembimbing bersikap terbuka, ramah, dan sabar.
 5. Prinsip Reaksi
Guru menanamkan konsep terlebih dahulu kepada anak, dengan menyampaikan informasi-informasi yang sesuai dengan materi ajar. Selanjutnya guru membentuk kelompok dan membimbing peserta didik dalam mengerjakan tugas. Guru menilai hasil kerja peserta didik secara objektif sehingga menimbulkan kepuasan bagi peserta didik.
6. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Dampak instruksional merupakan dampak yang terlihat setelah kegiatan pembelajaran. Pada teknik pembelajaran scramble ini peserta didik menjadi lebih aktif, berani mengemukakan pendapat, dan aktif berdiskusi. Dampak pengiringnya antara lain peserta didik mampu meningkatkan kerjasama secara kooperatif untuk mengerjakan suatu pekerjaan, lebih bertanggung jawab, dan meningkatkan rasa percaya diri.
  7.  Sistem Pendukung
Sistem pendukung yang diperlukan dalam teknik ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta didik untuk memperoleh informasi yang  diperlukan. Guru yang kreatif dan media pembelajaran yang sesuai dapat membantu proses pembelajaran ini.

2.4     Model Pembelajaran CORE dengan Teknik Scramble
Model pembelajaran CORE dengan teknik scramble merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya beberapa tahap yang terdiri dari Connecting (koneksi antar konsep), Organizing (organisasi ide untuk memahami materi), Reflecting (memikirkan kembali, mendalami dan menggali), dan Extending (mengembangkan) dalam pemahaman konsep dan daya ingat dalam pembelajaran melaui permainan yang terdiri dari kartu soal dan jawaban untuk dikerjakan oleh peserta didik yang diacak nomor atau hurufnya. Adapun langkah-langkah model pembelajaran CORE dengan teknik scramble seperti pada Tabel 2.1.

         Tabel 2.1 Langkah-Langkah  Model Pembelajaran CORE dengan Teknik
                  Scramble

Model CORE
Model CORE dengan Teknik Scramble
   Tahap 1
 (Connecting)
a.       Guru mengajar atau melatih peserta didik bagaimana menggunakan pengetahuan kontekstual untuk mencari informasi antar konsep.
b.      Guru mengajar atau melatih peserta didik bagaimana berdiskusi dengan baik.
c.       Guru mengajar atau melatih peserta didik bagaimana berperan secara efektif dalam berdiskusi.
d.      Diskusi melalui topik yang dibahas dengan pengetahuan umum yang luas serta memahami konsep.
e.       Peserta didik sharing satu sama lain dalam berdiskusi.
Tahap 2
(Organizing)
a.    Guru mengajar atau melatih peserta didik bagaimana mengorganisasika pengetahuan.
b.   Guru mengajar atau melatih peserta didik bagaimana mengkonstruksikan pengetahuan.
c.    Guru mengajar atau melatih peserta didik agar diskusi dapat mencapai tujuan dan sasaranya.
d.   Guru mengajar atau melatih peserta didik mengerti kontribusi diskusi untuk menghubungkan dan mengorganisasikan informasi dan pengetahuan.
e.    Diskusi membantu mengorganisasikan pengetahuan.
f.    Diskusi konstruksi pengetahuan meliputi: mengorganisasikan informasi lama pada bentuk cara pemahaman pengetahuan yang baru.
Tahap 3
(Reflecting)
a.            Guru menjelaskan bahwa diskusi yang baik dapat meningkatkan cara berpikir yang reflektif.
b.      Guru menjelaskan bahwa diskusi membutuhkan partisipan untuk berpikir dalam memahami materi.
c.       Guru menjelaskan bahwa reflecting melahirkan keterbukaan
d.      Diskusi dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dengan kesadaran berbagi pendapat
e.       Diskusi memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk: mengorganisai, mengklarifikasi, mempertahankan  ide–ide, dan bersikap terbuka.
Tahap 4
(Extending+Scramble)
a.       Guru menjelaskan bahwa diskusi yang baik mampu memperluas pengetahuan.
b.      Guru menjelaskan bahwa diskusi dapat diperluas dalam berbagai topik atau materi yang berhubungan.
c.    Peserta didik mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
d.   Kelompok diskusi yang lain mendengarkan dan memberi tanggapan dalam hal ini melalui teknik scramble yakni:
1.      Guru menyiapkan kartu soal yang telah dibuat sesuai materi pembelajaran.
2.      Guru menyiapkan kartu jawaban dengan diacak nomornya sehingga peserta didik dapat mencari jawaban yang tepat.
3.      Peserta didik duduk sesuai dengan kelompok masing-masing yang telah dibagi pada proses pembelajaran dan guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing-masing kelompok.
4.      Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan soal dan mencari jawaban yang sesuai.
5.      Guru memberikan penilaian hasil kerja peserta didik.
e.    Bersama–sama dengan guru membuat kesimpulan yang mereka alami.
f.    Peserta didik memperluas pengetahuannya dengan megerjakan soal–soal tugas atau pekerjaan rumah yang di kerjakan oleh peserta didik sebagai latihan di rumah.



2.5  Pemahaman Konsep Fisika
     Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan, salah satunya adalah defenisi yang dikemukakan oleh Carrol dalam Bousaka (2010:33) bahwa konsep merupakan suatu atraksi dari serangkaian pengalaman yang didefenisikan sebagai suatu kelompok obyek atau kejadian abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen yang lain.
Sedangkan Dahar menyatakan bahwa konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan masalah, maka konsep itu sangat penting bagi guru dan siswa dalam berpikir dan belajar.
      Dengan belajar dari hal-hal tersebut di atas maka pemahaman konsep merupakan pemahaman siswa sesuai para ilmuan berupa fakta. Prinsip atau hukum baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jika suatu konsep fisika diberikan kepada siswa ataupun siswa mendapatkan sendiri melalui bacaannya, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi fisika dari komunikator terhadap komunikan. Karena kemampuan membaca konsep bukan kemampuan membaca suatu naskah kemudian menyimaknya. Tetapi jauh lebih dalam dari itu adalah kemampuan membaca konsep-konsep IPA-Fisika. Jadi. Jadi apa yang dimaksud kemampuan membaca disini adalah kemampuan memahami konsep-konsep IPA-Fisika menurut Kardiawarman (1997:10) sebagai berikut:
1.      kemampuan menterjemahkan suatu persamaan sebuah konsep kedalam bentuk
narasi,
2.      kemampuan menggunakan konsep-konsep dimaksud dalam bentuk hitungan,
3.      kemampuan mengaplikaikan konsep-konsep itu,
4.      kemampuan membaca kaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang
            lain (peta konsep),
Hal ini dilihat dari karakteristik fisika itu sendiri yang syarat dengan istilah dan simbol sehingga kemampuan berkomunikasi dalam fisika merupakan kemampuan yang dapat memuat kesempatan untuk berkomunikasi.
            Misalnya fisika itu merupakan suatu bahasa, maka akan mudah dipahami bahwa komunikasi adalah dasar dari pembelajaran fisika itu sendiri. Adapun melalui kerja ilmiah, siswa akan dilatih melakukan suatu proses belajar yang berguna dalam membentuk pola pikir ilmiah.          
Melalui pembelajaran fisika dapat dikatakan bahwa peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung selama proses pembelajaran terjadi, sehinga dapat menambah kekuatan menerima menyimpan dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta terlatih untuk menemukan diri sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistic), bermakna, oetentik dan aktif. Salah satu cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang oleh guru untuk memperoleh keutuhan belajar fisika.
      
2.6        Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan, maka hipotesis tindakan penelitian adalah melalui penerapan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble. Dapat meningkatkan pemahaman konsep massa jenis pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Krayan.








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Tempat dan Waktu Penilitian
Penelitian ini dilaksanakan di  SMP Negri 3 Krayan Kelas VII  Tahun Ajaran 2014/2015. Waktu  penelitian pada bulan agustus  sampai selesai.
3.2  Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah peserta didik  kelas VII  SMP Negeri 3 Krayan Tahun Ajaran 2012/2013.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut Kusuma dan Dwitagama, (2010: 19) dapat diterapkan 6 (enam) model atau desain yaitu, antara lain: Model Kurt Lewin, Model Kemmis dan McTaggart, Model Dave Ebbut, Model Jhon Elliott, Model Hopkins, dan Model McKernan.
Berdasarkan model-model di atas maka rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Kurt Lewin. Alasan digunakan model Kurt Lewin untuk rancangan penelitian adalah model ini merupakan dasar dari model penelitian tindakan kelas atau model yang paling sederhana dalam penelitian tindakan kelas. Sedangkan model lain dalam penelitian tindakan kelas merupakan pengembangan dari model ini. Model Kurt Lewin terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu: a) Perencanaan (planning); b) Tindakan (acting); c) Pengmatan (observing); dan d) Refleksi (reflecting). Hubungan dari keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus.

Rancangan dalam penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklus berlangsung selama dua minggu dengan dua kali pertemuan. Adapun tahap-tahap dalam penelitian sebagai berikut:
1.      Sikus I
a.       Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan antara lain :
a.       Menyusun scenario pembelajaran sesuai dengan tahapan pembelajaran berdasarkan masalah dan menyusun perangkat pembelajaran seperti silabus dan system penilaian, Rencana Pelaksanaan Pembelajarn ( RPP ), Lembar Kerja Siswa ( LKS ), petunjuk pelaksanaan percobaan atau demonstrasi, dan menyiapkan alat dan bahan yang terkait dengan pelaksanaan percobaan atau demonstrasi.
b.      Menyiapkan alat  evaluasi berupa tes tertulis yang digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa, yang berupa soal essay.
c.       Menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban.
b.      Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motifasi dan apersepsi dan persyarat pengetahuan tentang materi yang dipelajari
2.      Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
3.      CORE dan Scramble

Connecting :
a.    Guru memberikan petunjuk berupa tahapan dalam menyelesaikan diskusi dalam kelompok dan membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS  berdasarkan pemahaman siswa
b.   Guru memeriksa kegiatan eksperimen yang dilakukan oleh peserta didik apakah sudah dilakukan dengan benar atau belum. Jika masih ada peserta didik atau kelompok yang belum dapat melakukannya dengan benar, guru dapat langsung memberikan bimbingan.
Organizing:
a.    Peserta didik berdiskusi dalam kelompok kecil yang telah dibentuk dan sharing dengan teman sekelompoknya agar mereka bias memperoleh ide-ide untuk melakukan percobaan dan mengerjakan soal-soal dalam LKS tersebut dalam hal ini menemukan hal-hal yang menurut mereka masih baru dibantu dan di awasi oleh guru
b.   Peserta didik setelah menemukan solusi atau ide untuk menyelesaikan soal-soal pada LKS yang diberikan, siswa mampu mengorganisasikan pengetahuan yang sudah ada berdasarkan pendapat anggota kelompok
Reflecting:
a.    Peserta didik beridkusi dalam menyajikan data dan mengolah data
b.   Peserta didik memeriksa kembali hasil pekerjaannya (hasil diskusi kelompok yaiu LKS)
c.    Peserta didik berdiskusi menyiapkan bahan/hasil analisis untuk presentasi
Extending+scramble :
a.    Guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada peserta didik
b.   Peserta didik menyelesaikan soal dan mencocokkan jawaban pada kartu jawaban
c.    Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi di tempat atau di kelompok masing-masing
d.   Peserta didik bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasilya (LKS)
e.    Guru menanggapi hasil diskusi kelompok peserta didik dan memberikan informasi yang sebenarnya.
f.    Guru memberikan penghargaan pada kelompok dengan kinerja baik.
4.      Guru menuntun peserta didik mengerjakan soal – soal latihan
5.      Guru bersama peserta didik merangkum kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung
6.      Guru mengevaluasi dengan menguji kompotensi pemahaman konsep peserta didik dengan memberikan soal kuis / post tes
7.      Guru memberikan tugas dan memberitahukan materi yang akan diajarkan pada pertemuan berikutnya.
c.       Observasi
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap tindakan untuk mengetahui sejauh mana tindakan yang sudah dilakukan dengan tetap mengacuh pada semua informasi yang terhimpun.
d.      Evaluasi
Tiap akhir siklus diberikan tes, dan setelah selesai tahap ini, guru melakukan analisa data yang diperoleh melalui hasil tes yang diberikan atau melalui hasil dari lembar observasi yang dilakukan oleh guru. Analisa data ini bisa dilakukan langsung setelah pembelajaran atau bisa juga setelah guru merangkum semua hasilnya. Dari hasil analisa data ini dapat dilihat bahwa apakah hasilnya sudah mencapai indicator yang telah ditetapkan atau belum.
e.       Refleksi
Refleksi berhubungan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan dilakukan. Refleksi tersebut meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran, menjelaskan dan menyimpulkan. Dari hasil observasi, guru ( Peneliti ) dapat merefleksi apakah dengan menerapkan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble sudah dapat meningkatkan hasil belajar pada pemahaman konsep Pemuaian. Hasil refleksi ini dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki kinerja guru dan melakukan revisi terhadap perencanan yang akan dilaksanakan pada siklus atau kegiatan pembelajaran selanjutnya.
2.      Siklus II
Setelah evaluasi diadakan analisa terhadap siklus sebelumnya maka tindakan siklus II akan berpedoman pada hasil di siklus I.





Langkah-langkah yang ditempuh sama dengan siklus I seperti pada gambar 3.1.

Permasalahan

Observasi I

Siklus I

Perencanaan tindakan I

Pelaksanaan  tindakan I

Refleksi I

Permasalahan baru hasil refleksi

Penyimpulan dan Pemaknaan Hasil

Jika Permasalahan Belum Terselesaikan

Lanjutkan Ke Siklus Berikutnya

Siklus II

Observasi II

Perencanaan tindakan II

Pelaksanaan  tindakan II

Refleksi II
 
















            Gambar 3.1 Siklus Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
(Sumber : Asrori, 2007: 103)

3.4     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1.      Pengamatan/Observasi
Pengamatan/observasi adalah proses pengambilan data dalampenelitian di mana peneliti/pengamat melihat situasi penelitian. Kusuma dan Dwitagama, (2010: 66). Pengamatan/observasi merupakan teknik pengumpulan data yang baik karena peneliti secara langsung melihat, mendengar, dan mengamati, kemudian mencatat kejadian yang ada pada keadaan sebenarnya. Agar dapat mengumpulkan data dengan menggunakan teknik ini, maka peneliti menggunakan pedoman pengamatan sebagaimana terlampir. Pengamatan/observasi terdiri atas pengamatan terhadap guru dan siswa.
2.      Wawancara
Guru mata pelajaran fisika yang mengasuh kelas yang menjadi lokasi penelitian diwawancarai tentang model pembelajaran yang telah diterapkan.
3.      Tes
a.       Soal tes diambil dari instrumen kognitf KI 3 yang telah ditetapkan.
b.      Tes dilakukan pada awal dan akhir pertemuan dalam setiap siklus.
c.       Tes dilakukan secara bersama yang diawasi oleh peneliti dan mitra peneliti dengan waktu yang telah ditetapkan.
d.      Lembaran jawaban siswa dikumpulkan.
e.       Menilai hasil pekerjaan siswa.






3.5      Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu:
1.      Lembar Observasi
Data hasil observasi dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi untuk mengukur kemampuan guru dalam mengelolah pembelajaran fisika dan aktivitas siswa dalam pembelajaran fisika.
2.      Wawancara
Wawancara bertujuan untuk mengetahui pendapat guru secara langsung terhadap penerapan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble dalam pembelajaran fisika.
Wawancara pada dasarnya merupakan metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada guru mata pelajaran.yang dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:
a.       Instrumen
Salah satu teknik untuk mengumpulkan data adalah dengan cara mengajukan pertanyaan kepada orang yang diwawancara.
b.      Pengumpulan Data
Setelah memberikan pertanyaan kepada guru, jawaban dari guru dikumpulkan.

c.       Kesimpulan
Kesimpulan dapat ditarik dari respon guru yang paling dominan atau yang paling banyak.

3.      Soal Tes
Soal tes sebagai instrumen pengumpulan data, yaitu serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, inteligensi atau kemampuan yang dimiliki oleh individu atau kelompok.


3.6  Teknik Analisa Data
Data hasil observasi terdiri dari data hasil observasi kegiatan guru dan data hasil kegiatan siswa. Untuk lembar observasi kemampuan guru dapat dilihat pada tabel berikut:
                                                              Tabel 3.1
Data Pengamatan Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran mengunakan model pembelajaran
No
Aspek Yang Diamati
Penilaian
4
3
2
1
1.
Kegiatan Pendahuluan
a)      Menjelaskan topik yang dikaji dan tujuan pembelajaran




b)      Memberikan memotivasi dan apersepsi terhadap materi yang akan dipelajari




2
Kegiatan Inti
c)      Melakukan pembagian peserta didik dalam kelompok secara heterogen




d)     Memberikan simulasi berupa  fakta dalam bentuk video yang sesuai




e)      Mengkonvirmasi hasil percobaan dan diskusi i secara umum dan menjelaskan hal-hal yang belum dipahami peserta didik





f)       Membimbing peserta didik untuk membuat kesimpulan dari hasil percobaan dan diskusi




3
Penutup
g)      Membimbing peserta didik untuk membuat rangkuman kegiatan pembelajaran




h)      Menguji kompetensi pemahaman peserta didik




4
Waktu




i)        Pengelolaan waktu




5
Suasana Kelas



j)        Antusias Guru




Total




Rata-rata





Data kinerja atau kemampuan guru dalam proses pembelajaran dinyatakan dalam bentuk skor rata-rata tingkat kemampuan guru. Skor tersebut kemudian dideskripsikan dengan mengacu pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.2
 Kategori Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Skala penilaian Tingkat  Kemampuan Guru
Kriteria
4
Sangat Baik
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang Baik
Sumber: Leton, (2008: 59)
Keterangan: TKG = Tingkat Kemampuan Guru

Data hasil pengamatan aktivitas siswa terhadap proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.3
Data pengamatan aktivitas siswa
No.
Aspek Yang Diamati
penilaian






1
Mendengarkan setiap informasi yang diberikan oleh guru




2
Membuat rumusan masalah dan  hipotesis dalam pembelajaran




3
Melaksanakan percobaan sesuai prosedur




4
Aktif berdiskusi dalam kelompok




5
Mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas




6
Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru




7
Mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan guru




8
Menarik kesimpulan suatu konsep




Jumlah




Rata-rata





Data pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dinyatakan dalam bentuk  skor rata-rata tingkat aktivitas siswa. Skor tersebut kemudian dideskripsikan dengan mengacu pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.4
Kategori aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
Skala Penilaian Aktivitas Siswa
Kriteria
4
Sangat Baik
3
Baik
2
Cukup
1
Kurang Baik
Sumber: Leton, (2008: 59)
Keterangan : AKPD = Aktivitas kegiatan peserta dididik
Langkah-langkah analisa data observasi adalah sebagai berikut:
1.      Merekapitulasi data
Pada tahap ini juga peneliti membuat rangkuman hasil observasi peneliti dari kedua observer dan hasil observasi kegiatan siswa dari kedua observer. Nilai dari masing-masing observer untuk setiap aspek yang dinilai dijumlahkan dan dibagi dua. Nilai rata-rata tersebut diisi pada tabel hasil observasi dari kedua observer terhadap kegiatan peneliti dan kegiatan siswa selama pelaksanaan tindakan  yang telah disiapkan.
2.      Mereduksi data
Mereduksi data yang di dalamnya melibatkan kegiatan menajamkan, mengkategorikan dan mengklasifikasikan data sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi.
3.      Menyajikan data
Analisis selanjutnya menyajikan data sedemikian sehingga dapat ditarik kesimpulannya.
4.      Menarik kesimpulan
Setelah data tersebut disajikan, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan tentang  penerapan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble.





1.6.1        Analisis Data Hasil Wawancara
Analisis hasil wawancara menggunakan analisis data kualitatif dimana wawancara dilakukan berkali-kali dan data-data pada kegiatan ini dikelompokan  sesuai dengan dominan dan sub-dominan yang telah dipilih. Setelah melakukan wawancara, dilakukan penelitian terhadap hasil wawancara tersebut. Selanjutnya diperolehkan hal-hal yang menonjol.
1.6.2        Analisis Data Hasil Tes.
1.      Data hasil tes setiap siklus dianalisa untuk mengetahui tingkat pemahaman setiap siswa.
Untuk menentukan ketuntasan hasil belajar siswa pada model pembelajaran CORE dengan teknik scramble, digunakan analisis dari tes hasil belajar siswa. Ketuntasan hasil belajar secara individual yakni, seorang siswa dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai ≥ 75, dengan menggunakan rumus:
% =
Penentuan ketuntasan klaksikal yang digunakan adalah ketuntasan dari Depdiknas yang berlaku bagi SMP dan SMA. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal menurut kemp dalam Leton (2008:48), tujuan pembelajaran tercapai jika materi tuntas dipelajari  oleh siswa. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal jika paling sedikit  85% siswa memperoleh skor 75 pada tes hasil belajar. Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai skor 75, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Oleh karena itu, ketuntasan hasil belajar secara klasikal pada penelitian ini tercapai jika paling sedikit 85% siswa memperoleh skor minimal 75 pada hasil tes belajar yang dihitung dengan rumus :
=
2.      Langkah selanjutnya adalah menyajikan data tersebut sedemikian sehingga dapat memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3.      Menarik kesimpulan
Berdasarkan penyajian data tersebut, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan tentang penerapan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

3.7  Kriteria Keberhasilan
Indikator  keberhasilan dalam penelitian ini diperlihatkan oleh data observasi dan data hasil tes. Data hasil tes mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata pelajaran fisika. Ketuntasan Minimum (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan di awal tahun ajaran oleh satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Ada tiga (3) aspek yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan KKM, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake. Kompleksitas mengacu pada tingkat kesulitan Kompetesi Dasar yang bersangkutan. Daya dukung meliputi kelengkapan mengajar seperti buku, ruang belajar, laboratorium, dan lain-lain. Sedangkan intake merupakan kemampuan penalaran  dan daya pikir siswa yang dimiliki pada awal pembelajaran. Kriteria Ketuntasan Minimum mata pelajaran fisika di SMP N 3 Krayan adalah 75. Jadi, siswa dikatakan tun tas belajar jika mendapat nilai ≥ 75.


DAFTAR   PUSTAKA

Ali, M. 2002.  Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru Algesindo
Anonim, 2010. “Model Pembelajaran CORE Dengan Pendekatan Metakognitif”.
             Ambon: Skripsi

Arikunto,S, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT
            Bumi Aksara.
Bousaka, Fatma.2009. Penerapan Pengajaran Terbalik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMA Negeri 4 Kupang Tahun Ajaran 2009/2010”. Skripsi S1 pendidikan. Universitas Nusa Cendana kupang

Dahar, R.W. 1998. Teori-Teori Belajar. Jakarta : PT Erlangga
Darisman, 2007. Ayo Belajar Berbahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira dalam  http://ipotes.wordprerrs.com/tag/2008/10/pembelajaran kooperatif scramble diakses pada hari Senin, 1 Agustus 2011)

Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains.
            Jakarta . Depdiknas
Kardiawarman, 1997. “Diagnosa Kesulitan Belajar IPA-Fisika di SLTP ditinjau dari kemampuan membaca dan keterbacaan”, Jakarta : Jurnal

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo
Hamalik, 2007. Kurikulum Dan Pembelajaran,  Jakarta : Bumi Aksara
Ibrahim , M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa

Kamajaya, Suardhana  Linggih, 1984. Penuntun Pelajaran Fisika, kelas 2 Semester
3        dan 4. Ganeca Exact Bandung
Koes, S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang : JICA
Sadiman, dkk. 1996, Media Pendidikan,  Jakarta : GrafindoPersada.
Sidjabat, B. S, 2000. Mengajar secara profesional. Bandung:   Soli Deo Gloria
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
              Cipta.
Sudjana, 1996. Metode Statistik, Tarsito: Bandung
( diakses pada hari Minggu, 1 Juni 2014)
Tanireja, dkk. 2009. “Pembelajaran Kooperatif”. Bandung: Alfabeta dalam http://tpcommunity05.blogspot.com.model-model pembelajaran ( diakses pada hari Senin, 1 Agustus 2011)         
Usman, M. U, 1995, Menjadi Guru Profesional. Edisi II. Bandung: Rosdakarya
Vardiansyah, Dani.2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks:Jakarta















Tidak ada komentar:

Posting Komentar