PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan, dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Agar pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung sesuai yang diharapkan, maka
perlu mendapatkan perhatian yang serius baik oleh pemerintah, masyarakat, orang
tua dan guru yang telah diperkenalkan kepada peserta didik sejak tingkat dasar
sampai ke tingkat yang lebih tinggi yang merupakan masalah penting dalam
kurikulum. Manfaat pembelajaran fisika bukan hanya memberikan kemampuan dalam
perhitungan-perhitungan kuantitatif, tetapi juga dalam penataan cara berpikir,
terutama dalam pembentukan kemampuan menganalisis, membuat sintesis, melakukan
evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Fisika merupakan salah satu
bidang studi yang penting namun kenyataan di sekolah, fisika merupakan mata
pelajaran yang sangat membosankan karena memaksa peserta didik untuk berpikir
rumus-rumus dan menyelesaikan soal-soal
yang diberikan oleh guru.
Kita ketahui bersama bahwa tujuan diberikannya fisika secara
umum di sekolah adalah untuk membantu kegiatan belajar peserta didik
mempersiapakan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan dunia nyata yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis serta mempersiapkan peserta
didik agar dapat menggunakan fisika dan pola pikir fisika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pengalaman penulis ketika
mengajar di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T) pada SMP N 3 Krayan adalah
sebagai berikut:
1.
Sebagian besar peserta didik dalam hal
ini terdiri dari 10 dari 17 orang atau ± 58 % memiliki buku
paket tetapi kurang diminati karena terlalu
sulit untuk dipahami siswa dan berisi contoh soal yang tidak bersesuaian antara
konsep massa jenis dan hasilnya sehingga
peserta didik memiliki kesulitan dalam menyelesaiakan soal latihan
dan tugas, peserta didik tidak memiliki buku tambahan
sehingga memiliki kesulitan dalam menghitung besaran fisis
karena kurangnya latihan.
2.
Peserta didik sulit mengerjakan soal
yang berbeda pada konsep yang sama dalam pokok bahasan massa jenis contohnya
menghitung volume dan massa benda terdiri dari 14 dari 17 orang atau ± 82,3 %.
3.
Peserta didik sulit melakukan operasi
perkalian dan pembagian pada materi massa jenis terdiri dari 9 dari 17 orang
atau ± 52,9 %
4.
Kesulitan mengaitkan konsep massa jenis
dengan kehidupan sehari-hari 10 dari 17 0rang ± 58 %
5.
Peserta didik cenderung lebih cepat
bosan dalam mengikuti pelajaran 14 dari
17 orang atau ± 82,3 %.
Hal ini disebabkan karena pada
umumnya peserta didik memandang fisika sangat sulit dipahami bahkan sulit
dimengerti definisi dan konsepnya oleh para peserta didik. Beberapa faktor
penyebab sulit dimengerti definisi dan konsep fisika, guru
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai pemberi pengetahuan bagi peserta
didik. Akibatnya siswa memiliki banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk
menemukan pengetahuan dan konsep sehingga berdampak pada rendahnya pemahaman konsep
fisika.
Guru sebagai pengajar perlu mengatasi hal
tersebut, salah satunya dengan mencoba strategi pembelajaran yang lebih menarik
bagi siswa dan tidak membosankan agar dapat membangkitkan pemahaman konsep
siswa dalam pembelajaran fisika.
Pemahaman konsep siswa yang meningkat membuat siswa belajar dengan
sungguh-sungguh sehingga dapat berhasil dalam proses belajar mengajar.
Kemampuan memahami konsep merupakan faktor penting
dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hal tersebut terutama pada saat
para peserta didik harus memahami konsep-konsep dasar dari mata pelajaran yang
biasanya dinyatakan dalam bentuk narasi. Disamping itu, kemampuan dalam
mengartikan hal lainnya adalah dibutuhkan para peserta didik SMP dalam
mempelajari mata pelajaran adalah kemampuan dalam menunjang belajar peserta
didik seperti: membaca, memahami
maksud materi dalam hal ini definisi,
konsep, dan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain.
Agar peserta didik dapat memahami isi dan kandungan mata pelajaran fisika.
Oleh karena itu, disinilah peran guru untuk memilih model
pembelajaran yang tepat dalam menyelenggarakan pembelajaran fisika, terutama
pembelajaran yang dapat menghapus bayangan buruk tersebut terhadap bidang studi
fisika. Dengan demikian, guru harus memilih salah satu model pembelajaran yang
tepat sesuai dengan tipe bidang studi yakni fisika. Connecting, Organizing, Reflecting, Extending (CORE) merupakan
model pembelajaran perencanaan dan kegiatan belajar mengajar dimana peserta
didik dapat menghubungkan konsep-konsep fisika, mengorganisasikan pengetahuan
dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi yang digunakan dengan menggunakan
teknik scramble yang merupakan teknik
dalam memahami konsep fisika menggunakan kartu soal dan jawaban yang diacak
nomor dan hurufnya yang dikerjakan peserta didik mencapai hasil belajar fisika
yang baik.
Model pembelajaran CORE
dengan teknik scramble agar dapat
menunjang aktivitas belajar dan pemahaman peserta didik lebih maksimal terhadap
konsep fisika dan menjadi pengalaman peserta didik untuk belajar lebih maksimal
mengenai suatu materi fisika dengan judul “Penerapan
Model Pembelajaran Connecting Organizing
Reflecting Extending (CORE) Dengan Menggunakan Teknik Scramble Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika tentang
Massa Jenis Pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 3 Krayan”.
1.2 Perumusan
Masalah dan Pemecahannya
1.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi
permasalahan dalam penelititan tindakan kelas
ini adalah bagaimana cara menerapkan model pembelajaran CORE dengan teknik Scramble untuk meningkatkan pemahaman konsep
fisika tentang massa jenis pada kelas VII
SMP Negeri 3 Krayan?
2.
Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah
yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending
(CORE) Dengan Menggunakan Teknik Scramble
Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika tentang Massa Jenis pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 3 Krayan
Penggunaan
model pembelajaran di atas sebagai suatu
model pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didik agar dapat
membangkitkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan untuk memahami konsep dari suatu
materi yang diajarkan.
Pembelajaran
dengan model Connecting
Organizing Reflecting Extending
(CORE) merupakan
model pembelajaran perencanaan dan kegiatan belajar mengajar dimana peserta
didik dapat menghubungkan konsep-konsep fisika, mengorganisasikan pengetahuan
dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi yang dipakai dengan menggunakan
teknik scramble yang
merupakan teknik dalam memahami konsep fisika menggunakan kartu soal dan
jawaban yang diacak nomor dan hurufnya yang dikerjakan peserta didik mencapai
hasil belajar fisika yang baik.
3.
Indikator
Keberhasilan
Adapun
indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur pemahaman konsep massa jenis
adalah:
a. Peserta
didik mampu mendefenisikan konsep massa jenis
b. Peserta
didik mampu memahami satuan SI untuk massa jenis
c. Peserta
didik mampu menentukan massa jenis merupakan ciri
khas suatu zat
d. Peserta
didik mampu merumuskan konsep massa jenis suatu benda
e. Mengaplikasikan
konsep massa jenis dalam kehidupan sehari-hari
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep fisika tentang massa jenis pada siswa
kelas VII SMP Negeri 3 Krayan melalui model pembelajaran CORE dengan teknik Scramble.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
1.
Bagi Peserta
didik :
Untuk meningkatkan kemampuan menghubungkan konsep-konsep fisika,
mengorganisasikan pengetahuan dalam fisika, bahkan refleksi terhadap materi
yang dibahas menggunakan kartu soal dan jawaban yang diacak nomor dan hurufnya
pada pokok bahasan masa jenis.
2.
Bagi Guru :
Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam
memilih model pembelajaran yang sesuai, untuk memperbaiki dan meningkatkan
hasil belajar peserta didik serta proses pembelajaran di kelas.
3.
Bagi Sekolah :
Untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran fisika di sekolah dan
menjadi acuan bagi kawan seprofesi dalam
menerapkan strategi pembelajaran yang efektif.
1.5 Definisi Operasional Variabel
Untuk
menghindari kesalahan penafsiran berbagai isu dalam penelitian ini, maka perlu
menyajikan beberapa definisi operasional. Definisi-definisi tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Model pembelajaran CORE dengan teknik scramble merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya beberapa tahap dimana terdiri dari Connecting (koneksi antar konsep), Organizing (organisasi ide untuk
memahami materi), Reflecting
(memikirkan kembali, mendalami dan menggali), dan Extending (mengembangkan) dalam pembelajaran melalui permainan yang
terdiri dari kartu soal dan jawaban yang diacak nomor atau hurufnya dan
diberikan kepada peserta didik untuk dikerjakan.
2.
Pemahaman konsep adalah pemahaman peserta
didik terhadap suatu fakta, prinsip, dan hukum sesuai pendapat para ahli baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belajar
dan Mengajar
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,
kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar atau kegiatan pembelajaran itu berlangsung. Di mana
yang dialami oleh peserta didik sebagai anak didik. Oleh karena itu, setiap
guru perlu memahami sebaik-baiknya proses belajar murid agar ia dapat
memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi
bagi murid-murid.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh
para ahli pendidikan, mereka mengemukakan definisi belajar menurut pendapat
mereka masing-masing. Sadiman (1996:1) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur
hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku
dalam dirinya.
Hamalik (2007:36) mengemukakan bahwa belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Peserta didik akan mendapat
pengalaman dengan menempuh langkah-langkah atau prosedur yang disebut belajar.
Menurut
Burton dalam Usman (1995:5) belajar
adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya. Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti
bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar, akan mengalami perubahan
tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun aspek sikapnya.
Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti,
dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria
keberhasilan dalam belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri individu yang belajar.
Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan segenap rangkaian kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan
dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat
indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik
tidak ada perubahan dalam tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki
kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dikatakan
bahwa belajarnya belum sempurna.
2.
Prinsip-Prinsip Belajar
Menurut Slameto (2003: 27-28) prinsip-prinsip
belajar meliputi:
a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk
belajar
1. Dalam
belajar setiap peserta didik harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan
minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional
2. Belajar
dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta
didik untuk mencapai tujuan instruksional
b. Sesuai
hakikat belajar
1. Belajar
itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
2. Belajar
adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery
3. Belajar
adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus
yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.
c. Sesuai
materi yang harus dipelajari
1. Belajar
bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga peserta
didik mudah menangkap pengertiannya
2. Belajar
harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksioanl
yang harus dicapainya
d. Syarat
keberhasilan belajar
1. Belajar
memerlukan sarana yang cukup sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang
2. Repetisi
dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap
itu mendalam pada peserta didik.
3.
Motivasi yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Adapun motivasi yang timbul dari dalam individu
maupun akibat pengaruh dari luar secara umum dapat digolongkan menjadi dua
macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik menurut Usman (1995:29)
yakni:
1.
Motivasi intrinsik yaitu jenis motivasi
yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari
orang lain tetapi atas kemauan sendiri.
2.
Motivasi ekstrinsik yaitu jenis motivasi
yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu apakah karena ada
ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang
demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.
4. Pengertian Mengajar
Mengajar
merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan kondisi yang mendukung proses
pembelajaran.
Untuk dapat memahami pengertian mengajar maka
dapat dilihat beberapa pendapat para ahli sebagai berikut:
1.
Burton dalam Usman (1995:6) berpendapat bahwa mengajar merupakan
suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab morel yang cukup berat dan
merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik.
2.
Joyle
dan Weil dalam Usman (1995:4) mengemukakan 22 model mengajar yang
dikelompokkan ke dalam 4 hal, yaitu (1) proses informasi, (2) perkembangan
pribadi, (3) interaksi sosial, (4) modifikasi tingkah laku.
3.
Nasution dalam
Sidjabat (2000:10) mengemukakan
pengertian mengajar dari tiga definisi saja. Pertama, “mengajar adalah
menanamkan pengetahuan pada anak”. Kedua “mengajar adalah menyampaikan
kebudayaan pada anak”. Ketiga “mengajar adalah satu aktivitas mengorganisasi
atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga
terjadi proses belajar.
4.
Oemar
Hamalik (2007:58-63)
berpendapat bahwa “Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada
peserta didik, yang meliputi : suatu proses penyampaian pengetahuan kepada peserta
didik”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa:
Mengajar adalah membimbing kegiatan peserta didik dan
mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar kita sehingga dapat mendorong dan
menumbuhkan minat peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan
perkataan lain proses mengajar adalah proses belajar. Peranan guru bukan saja
sebagai pengajar, melainkan sebagai pembimbing belajar atau pemimpin belajar
atau fasilitator belajar.
5.
Hakekat dan Pembelajaran Sains
Vardiansyah (2008:11) IPA (Sains)
berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan
pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak
habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta
mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan Sains semakin luas dan
lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak
tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini
adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali
dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini sains dan teknologi menjadi budaya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang,
yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna
teknologi (the meaning of technology).
Sains membahas
tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada
hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.
2.2
Model
Pembelajaran CORE
1.
Pengertian
Model
pembelajaran CORE yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan
yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Adapun keempat aspek
tersebut adalah :
1. Connecting (C) Merupakan kegiatan
mengoneksikan informasi lama dan informasi baru danantar konsep.
2. Organizing (O) Merupakan kegiatan
mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi.
3. Reflecting (R) Merupakan kegiatan
memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasiyang sudah didapat.
4. Extending (E) Merupakan kegiatan
untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan
a.
Connecting (C)
Model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa
untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami,mengelola, dan mengembangkan
informasi yang didapat. Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan
kepada siswa. Siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis terhadap informasi
yang didapatnya.Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru siswa dilatih untuk
mengingatinformasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk
digunakandalam informasi/konsep baru.
b.
Organizing (O)
Pada tahap ini, setelah
menemukan solusi atau ide untuk menyelesaikan soal-soal pada LKS yang
diberikan, peserta didik mampu mengorganisasikan pengetahuan yang sudah ada. Kegiatan mengorganisasikan ide-ide, dapat
melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah
dimilikinya.
c.
Reflecting (R)
Pada
tahap ini, peserta didik terbuka dan menerima pendapat orang lain saat
berdiskusi sehingga dapat meningkatkan berpikir reflektif dan melalui diskusi
dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik dalam mempresentasikan,
mengorganisasikan dan mengklarifikasikan
ide-ide yang telah terbangun Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan
memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya.
d.
Extending (E)
Pada tahap ini, guru
membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mempresentasikan hasil pekerjaan
kelasnya dan mengarahkan peserta didik untuk mempresentasikan hasil pekerjaan
kelompoknya dan mengarahkan peserta didik pada kelompok lain untuk memberikan
tanggapan terhadap jawaban teman mereka karena lewat presentasi, peserta didik
bisa memperluas pengetahuan mereka tentang materi yang dipelajari. Dalam
diskusi di kelas dengan menggunakan teknik scramble
yakni peserta didik dipersiapkan untuk bermain menggunakan kartu soal dan
kartu jawaban yang diacak nomor atau hurufnya untuk dikerjakan oleh peserta
didik dalam memahami materi mengenai konsep fisika yang dipelajari. Extending, dengan
kegiatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluas informasi yang sudah
didapatnya dan menggunakan informasi dan dapat menemukan konsep dan informasi
baru yang bermanfaat.
2.
Sintaks
1. Membuka pelajaran dengan kegiatan
yang menarik siswa yaitu menyanyikan yang mana isi lagu berkaitan dengan materi
yang akan diajarkan.
2. Penyampaian konsep lama yang akan
dihubungkan dengan konsep baru olehguru kepada siswa. Connecting (C),
3. Pengorganisasian ide-ide untuk
memahami materi yang dilakukan oleh siswadengan bimbingan guru. Organizing (O)
4. Pembagian kelompok secara
heterogen(campuran antara yang pandai, sedang,dan kurang),terdiri dari 4-5
orang.
5. Memikirkan kembali, mendalami, dan
menggali informasi yang sudah didapatdan dilaksanakan dalam kegiatan belajar
kelompok siswa. Reflecting (R)
6. Pengembangan, memperluas,
menggunakan, dan menemukan,melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas.
Extending (E)
3.
Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran CORE
Keunggulan:
1.
Siswa aktif dalam belajar
2.
Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi
3.
Melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah
4.
Memberikan pengalaman belajar kepada siswa,karena siswa
banyak berperan aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi
bermakna.
Kelemahan:
1. Membutuhkan
persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini.
2. Menuntut siswa
untuk terus berpikir kritis.
3. Memerlukan banyak
waktu.
4. Tidak semua materi
pelajaran dapat menggunakan model CORE.
2.3
Teknik
Pembelajaran Scramble
Teknik pembelajaran scramble
adalah teknik pembelajaran yang membutuhkan ketelitian, kreativitas,
dan daya ingat pembelajaran ini, melatih peserta didik dalam pemahaman konsep
dan daya ingat dalam pembelajaran melaui permainan yang terdiri dari kartu soal
dan jawaban yang diacak nomor atau hurufnya.
Adapun pengklasifikasiannya dalam Darisman
(2007:2) sebagai berikut:
1. Sintakmatik.
Sintakmatik merupakan tahapan langkah-langkah yang berisi fase-fase
kegiatan dari teknik scramble
a. Guru
menyiapkan kartu soal yang telah dibuat sesuai materi pembelajaran.
b. Guru menyiapkan kartu jawaban dengan
diacak nomornya sehingga peserta didik dapat mencari jawaban yang tepat.
c.
Peserta didik duduk sesuai
dengan kelompok masing–masing yang telah dibagi pada proses pembelajaran dan
guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing-masing kelompok.
d.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengerjakan soal dan mencari jawaban yang sesuai.
e. Guru memberikan
penilaian hasil kerja peserta didik.
2. Kelebihan Teknik Pembelajaran Scramble:
a. Memudahkan mencari
jawaban
b. Mendorong peserta didik untuk belajar mengerjakan soal
tersebut
c.
Semua peserta didik terlibat
d.
Kegiatan tersebut dapat mendorong pemahaman peserta
didik terhadap konsep materi pembelajaran
e.
Melatih peserta didik untuk disiplin
3. Kekurangan Teknik Pembelajaran Scramble:
a. Peserta didik
kurang berpikir kritis
b. Peserta didik bisa mencontek jawaban temannya bila guru
tidak jeli
c.
Mematikan kreatifitas peserta didik
d.
Peserta didik hanya berkonsentrasi pada
permainan
4. Sistem Sosial
Teknik
pembelajaran scramble bersifat aktif.
Peserta didik dituntut aktif bekerjasama menyelesaikan kartu soal untuk
memperoleh point bagi kelompok mereka. Peserta didik mempunyai tanggung jawab
masing-masing dalam menyelesaikan tugasnya. Setiap kelompok bekerjasama
diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan. Guru hendaknya sebagai pembimbing
bersikap terbuka, ramah, dan sabar.
5. Prinsip Reaksi
Guru
menanamkan konsep terlebih dahulu kepada anak, dengan menyampaikan informasi-informasi yang sesuai dengan materi ajar.
Selanjutnya guru membentuk kelompok dan membimbing peserta didik dalam
mengerjakan tugas. Guru menilai hasil kerja peserta didik secara objektif
sehingga menimbulkan kepuasan bagi peserta didik.
6. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring.
Dampak
instruksional merupakan dampak yang terlihat setelah kegiatan pembelajaran.
Pada teknik pembelajaran scramble ini
peserta didik menjadi lebih aktif, berani mengemukakan pendapat, dan aktif
berdiskusi. Dampak pengiringnya antara lain peserta didik mampu meningkatkan
kerjasama secara kooperatif untuk mengerjakan suatu pekerjaan, lebih
bertanggung jawab, dan meningkatkan rasa percaya diri.
7. Sistem Pendukung
Sistem
pendukung yang diperlukan dalam teknik ini adalah segala sesuatu yang menyentuh
kebutuhan peserta didik untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Guru
yang kreatif dan media pembelajaran yang sesuai dapat membantu proses
pembelajaran ini.
2.4
Model Pembelajaran CORE dengan Teknik Scramble
Model pembelajaran CORE dengan teknik scramble merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan
adanya beberapa tahap yang terdiri dari Connecting
(koneksi antar konsep), Organizing
(organisasi ide untuk memahami materi), Reflecting
(memikirkan kembali, mendalami dan menggali), dan Extending (mengembangkan) dalam pemahaman konsep dan daya ingat
dalam pembelajaran melaui permainan yang terdiri dari kartu soal dan jawaban
untuk dikerjakan oleh peserta didik yang diacak nomor atau hurufnya. Adapun
langkah-langkah model pembelajaran CORE dengan teknik scramble seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran CORE dengan Teknik
Scramble
Model
CORE
|
Model
CORE dengan Teknik Scramble
|
Tahap 1
(Connecting)
|
a. Guru
mengajar atau melatih peserta didik bagaimana menggunakan pengetahuan
kontekstual untuk mencari informasi antar konsep.
b. Guru
mengajar atau melatih peserta didik bagaimana berdiskusi dengan baik.
c. Guru
mengajar atau melatih peserta didik bagaimana berperan secara efektif dalam
berdiskusi.
d. Diskusi
melalui topik yang dibahas dengan pengetahuan umum yang luas serta memahami
konsep.
e. Peserta
didik sharing satu sama lain dalam berdiskusi.
|
Tahap
2
(Organizing)
|
a. Guru
mengajar atau melatih peserta didik bagaimana mengorganisasika pengetahuan.
b. Guru
mengajar atau melatih peserta didik bagaimana mengkonstruksikan pengetahuan.
c. Guru
mengajar atau melatih peserta didik agar diskusi dapat mencapai tujuan dan
sasaranya.
d. Guru
mengajar atau melatih peserta didik mengerti kontribusi diskusi untuk
menghubungkan dan mengorganisasikan informasi dan pengetahuan.
e. Diskusi
membantu mengorganisasikan pengetahuan.
f. Diskusi
konstruksi pengetahuan meliputi: mengorganisasikan informasi lama pada bentuk
cara pemahaman pengetahuan yang baru.
|
Tahap
3
(Reflecting)
|
a.
Guru menjelaskan bahwa diskusi
yang baik dapat meningkatkan cara berpikir yang reflektif.
b.
Guru menjelaskan bahwa diskusi
membutuhkan partisipan untuk berpikir dalam memahami materi.
c. Guru
menjelaskan bahwa reflecting
melahirkan keterbukaan
d. Diskusi
dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dengan kesadaran
berbagi pendapat
e. Diskusi
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk: mengorganisai,
mengklarifikasi, mempertahankan
ide–ide, dan bersikap terbuka.
|
Tahap
4
(Extending+Scramble)
|
a. Guru
menjelaskan bahwa diskusi yang baik mampu memperluas pengetahuan.
b. Guru
menjelaskan bahwa diskusi dapat diperluas dalam berbagai topik atau materi
yang berhubungan.
c. Peserta
didik mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
d. Kelompok
diskusi yang lain mendengarkan dan memberi tanggapan dalam hal ini melalui
teknik scramble yakni:
1.
Guru
menyiapkan kartu soal yang telah dibuat sesuai materi pembelajaran.
2.
Guru
menyiapkan kartu jawaban dengan diacak nomornya sehingga peserta didik dapat
mencari jawaban yang tepat.
3.
Peserta
didik duduk sesuai dengan kelompok masing-masing yang telah dibagi pada
proses pembelajaran dan guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada
masing-masing kelompok.
4.
Guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan soal dan mencari
jawaban yang sesuai.
5.
Guru
memberikan penilaian hasil kerja peserta didik.
e. Bersama–sama
dengan guru membuat kesimpulan yang mereka alami.
f. Peserta
didik memperluas pengetahuannya dengan megerjakan soal–soal tugas atau
pekerjaan rumah yang di kerjakan oleh peserta didik sebagai latihan di rumah.
|
2.5
Pemahaman Konsep Fisika
Konsep dapat didefenisikan dengan bermacam-macam rumusan,
salah satunya adalah defenisi yang dikemukakan oleh Carrol dalam Bousaka (2010:33) bahwa konsep merupakan suatu atraksi dari serangkaian
pengalaman yang didefenisikan sebagai suatu kelompok obyek
atau kejadian abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada
situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu, serta mengabaikan elemen
yang lain.
Sedangkan Dahar menyatakan bahwa konsep merupakan dasar untuk berpikir,
untuk belajar aturan-aturan dan akhirnya untuk memecahkan masalah, maka konsep
itu sangat penting bagi guru dan siswa dalam berpikir dan belajar.
Dengan belajar
dari hal-hal tersebut di atas maka pemahaman
konsep merupakan pemahaman siswa sesuai para ilmuan berupa fakta. Prinsip atau
hukum baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jika suatu konsep fisika diberikan kepada siswa ataupun siswa
mendapatkan sendiri melalui bacaannya, maka saat itu sedang terjadi
transformasi informasi fisika dari komunikator terhadap komunikan.
Karena kemampuan
membaca konsep bukan kemampuan membaca suatu naskah kemudian menyimaknya.
Tetapi jauh lebih dalam dari itu adalah kemampuan membaca konsep-konsep
IPA-Fisika. Jadi. Jadi apa yang dimaksud kemampuan membaca disini adalah
kemampuan memahami konsep-konsep IPA-Fisika menurut Kardiawarman (1997:10)
sebagai berikut:
1. kemampuan
menterjemahkan suatu persamaan sebuah konsep kedalam bentuk
narasi,
2. kemampuan
menggunakan konsep-konsep dimaksud dalam bentuk hitungan,
3. kemampuan
mengaplikaikan konsep-konsep itu,
4. kemampuan
membaca kaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang
lain (peta konsep),
Hal ini dilihat dari karakteristik fisika itu sendiri yang syarat dengan
istilah dan simbol
sehingga kemampuan berkomunikasi dalam fisika merupakan
kemampuan yang dapat memuat kesempatan untuk berkomunikasi.
Misalnya
fisika itu merupakan suatu bahasa, maka akan mudah
dipahami bahwa komunikasi adalah dasar dari pembelajaran
fisika itu sendiri. Adapun melalui kerja
ilmiah, siswa akan dilatih melakukan suatu proses belajar yang berguna dalam
membentuk pola pikir ilmiah.
Melalui pembelajaran fisika dapat dikatakan bahwa peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung selama proses pembelajaran terjadi,
sehinga dapat menambah kekuatan menerima menyimpan dan menerapkan konsep yang
telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta terlatih untuk menemukan diri
sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistic), bermakna, oetentik dan aktif. Salah satu cara
pengemasan pengalaman belajar yang dirancang oleh guru untuk memperoleh keutuhan belajar
fisika.
2.6
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan
rumusan masalah yang dirumuskan, maka hipotesis tindakan penelitian adalah
melalui penerapan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble. Dapat meningkatkan
pemahaman konsep massa jenis pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Krayan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penilitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negri 3 Krayan Kelas VII Tahun Ajaran 2014/2015. Waktu penelitian pada bulan agustus sampai selesai.
3.2 Subyek Penelitian
Subyek
penelitian ini adalah peserta didik
kelas VII SMP Negeri 3 Krayan
Tahun Ajaran 2012/2013.
3.3
Prosedur Penelitian
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) menurut Kusuma dan Dwitagama, (2010: 19) dapat diterapkan
6 (enam) model atau desain yaitu, antara lain: Model Kurt Lewin, Model Kemmis
dan McTaggart, Model Dave Ebbut, Model Jhon Elliott, Model Hopkins, dan Model
McKernan.
Berdasarkan
model-model di atas maka rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Model Kurt Lewin. Alasan digunakan model Kurt Lewin untuk rancangan
penelitian adalah model ini merupakan dasar dari model penelitian tindakan
kelas atau model yang paling sederhana dalam penelitian tindakan kelas.
Sedangkan model lain dalam penelitian tindakan kelas merupakan pengembangan
dari model ini. Model Kurt Lewin terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu: a)
Perencanaan (planning); b) Tindakan (acting); c) Pengmatan (observing); dan d) Refleksi (reflecting). Hubungan dari keempat
komponen tersebut dipandang sebagai siklus.
Rancangan dalam
penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap
siklus berlangsung selama dua minggu dengan dua kali pertemuan. Adapun
tahap-tahap dalam penelitian sebagai berikut:
1.
Sikus
I
a.
Perencanaan
Kegiatan
yang dilakukan antara lain :
a. Menyusun scenario pembelajaran sesuai dengan
tahapan pembelajaran berdasarkan masalah dan menyusun perangkat pembelajaran
seperti silabus dan system penilaian, Rencana Pelaksanaan Pembelajarn ( RPP ),
Lembar Kerja Siswa ( LKS ), petunjuk pelaksanaan percobaan atau demonstrasi,
dan menyiapkan alat dan bahan yang terkait dengan pelaksanaan percobaan atau
demonstrasi.
b. Menyiapkan
alat evaluasi berupa tes tertulis yang digunakan
untuk mengetahui pemahaman konsep siswa, yang berupa soal essay.
c. Menyiapkan
kartu soal dan kartu jawaban.
b.
Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran, yaitu sebagai
berikut:
1. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motifasi dan apersepsi dan
persyarat pengetahuan tentang materi yang dipelajari
2. Guru
membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
3. CORE
dan Scramble
Connecting
:
a.
Guru memberikan petunjuk berupa tahapan
dalam menyelesaikan diskusi dalam kelompok dan membimbing siswa dalam
menyelesaikan LKS berdasarkan pemahaman
siswa
b.
Guru memeriksa kegiatan eksperimen yang
dilakukan oleh peserta didik apakah sudah dilakukan dengan benar atau belum.
Jika masih ada peserta didik atau kelompok yang belum dapat melakukannya dengan
benar, guru dapat langsung memberikan bimbingan.
Organizing:
a. Peserta
didik berdiskusi dalam kelompok kecil yang telah dibentuk dan sharing dengan
teman sekelompoknya agar mereka bias memperoleh ide-ide untuk melakukan
percobaan dan mengerjakan soal-soal dalam LKS tersebut dalam hal ini menemukan
hal-hal yang menurut mereka masih baru dibantu dan di awasi oleh guru
b. Peserta
didik setelah menemukan solusi atau ide untuk menyelesaikan soal-soal pada LKS
yang diberikan, siswa mampu mengorganisasikan pengetahuan yang sudah ada
berdasarkan pendapat anggota kelompok
Reflecting:
a.
Peserta didik beridkusi dalam menyajikan
data dan mengolah data
b.
Peserta didik memeriksa kembali hasil
pekerjaannya (hasil diskusi kelompok yaiu LKS)
c.
Peserta didik berdiskusi menyiapkan
bahan/hasil analisis untuk presentasi
Extending+scramble :
a. Guru
membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada peserta didik
b. Peserta
didik menyelesaikan soal dan mencocokkan jawaban pada kartu jawaban
c. Peserta
didik mempresentasikan hasil diskusi di tempat atau di kelompok masing-masing
d. Peserta
didik bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasilya (LKS)
e. Guru
menanggapi hasil diskusi kelompok peserta didik dan memberikan informasi yang
sebenarnya.
f. Guru
memberikan penghargaan pada kelompok dengan kinerja baik.
4. Guru
menuntun peserta didik mengerjakan soal – soal latihan
5. Guru
bersama peserta didik merangkum kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung
6. Guru
mengevaluasi dengan menguji kompotensi pemahaman konsep peserta didik dengan
memberikan soal kuis / post tes
7. Guru
memberikan tugas dan memberitahukan materi yang akan diajarkan pada pertemuan
berikutnya.
c.
Observasi
Pada tahap ini,
peneliti melakukan pengamatan secara menyeluruh terhadap tindakan untuk
mengetahui sejauh mana tindakan yang sudah dilakukan dengan tetap mengacuh pada
semua informasi yang terhimpun.
d.
Evaluasi
Tiap
akhir siklus diberikan tes, dan setelah selesai tahap ini, guru melakukan
analisa data yang diperoleh melalui hasil tes yang diberikan atau melalui hasil
dari lembar observasi yang dilakukan oleh guru. Analisa data ini bisa dilakukan
langsung setelah pembelajaran atau bisa juga setelah guru merangkum semua
hasilnya. Dari hasil analisa data ini dapat dilihat bahwa apakah hasilnya sudah
mencapai indicator yang telah ditetapkan atau belum.
e.
Refleksi
Refleksi
berhubungan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
Refleksi tersebut meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran,
menjelaskan dan menyimpulkan. Dari hasil observasi, guru ( Peneliti ) dapat
merefleksi apakah dengan menerapkan model pembelajaran CORE dengan teknik scramble
sudah dapat meningkatkan hasil belajar pada pemahaman konsep Pemuaian. Hasil
refleksi ini dijadikan sebagai acuan untuk memperbaiki kinerja guru dan
melakukan revisi terhadap perencanan yang akan dilaksanakan pada siklus atau
kegiatan pembelajaran selanjutnya.
2. Siklus
II
Setelah evaluasi
diadakan analisa terhadap siklus sebelumnya maka tindakan siklus II akan
berpedoman pada hasil di siklus I.
Langkah-langkah yang
ditempuh sama dengan siklus I seperti pada gambar 3.1.
Permasalahan
|
Observasi I
|
Siklus I
|
Perencanaan
tindakan I
|
Pelaksanaan tindakan I
|
Refleksi I
|
Permasalahan
baru hasil refleksi
|
Penyimpulan dan Pemaknaan
Hasil
|
Jika
Permasalahan Belum Terselesaikan
|
Lanjutkan Ke
Siklus Berikutnya
|
Siklus II
|
Observasi II
|
Perencanaan
tindakan II
|
Pelaksanaan tindakan II
|
Refleksi II
|
Gambar
3.1 Siklus Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
(Sumber : Asrori, 2007: 103)
3.4
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Pengamatan/Observasi
Pengamatan/observasi adalah proses
pengambilan data dalampenelitian di mana peneliti/pengamat melihat situasi
penelitian. Kusuma dan Dwitagama, (2010: 66). Pengamatan/observasi merupakan
teknik pengumpulan data yang baik karena peneliti secara langsung melihat,
mendengar, dan mengamati, kemudian mencatat kejadian yang ada pada keadaan
sebenarnya. Agar dapat mengumpulkan data dengan menggunakan teknik ini, maka
peneliti menggunakan pedoman pengamatan sebagaimana terlampir.
Pengamatan/observasi terdiri atas pengamatan terhadap guru dan siswa.
2. Wawancara
Guru mata pelajaran fisika yang mengasuh
kelas yang menjadi lokasi penelitian diwawancarai tentang model pembelajaran
yang telah diterapkan.
3. Tes
a. Soal
tes diambil dari instrumen kognitf KI 3 yang telah ditetapkan.
b. Tes
dilakukan pada awal dan akhir pertemuan dalam setiap siklus.
c. Tes
dilakukan secara bersama yang diawasi oleh peneliti dan mitra peneliti dengan
waktu yang telah ditetapkan.
d. Lembaran
jawaban siswa dikumpulkan.
e. Menilai
hasil pekerjaan siswa.
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu:
1. Lembar
Observasi
Data hasil observasi
dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi untuk mengukur kemampuan guru
dalam mengelolah pembelajaran fisika dan aktivitas siswa dalam pembelajaran
fisika.
2. Wawancara
Wawancara bertujuan
untuk mengetahui pendapat guru secara langsung terhadap penerapan model
pembelajaran CORE dengan teknik scramble
dalam pembelajaran fisika.
Wawancara pada dasarnya
merupakan metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan
kepada guru mata pelajaran.yang dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut:
a.
Instrumen
Salah
satu teknik untuk mengumpulkan data adalah dengan cara mengajukan pertanyaan
kepada orang yang diwawancara.
b.
Pengumpulan Data
Setelah
memberikan pertanyaan kepada guru, jawaban dari guru dikumpulkan.
c.
Kesimpulan
Kesimpulan
dapat ditarik dari respon guru yang paling dominan atau yang paling banyak.
3. Soal
Tes
Soal
tes sebagai instrumen pengumpulan data, yaitu serangkaian pertanyaan yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, inteligensi atau kemampuan
yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
3.6 Teknik Analisa Data
Data hasil observasi terdiri dari data
hasil observasi kegiatan guru dan data hasil kegiatan siswa. Untuk lembar
observasi kemampuan guru dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Data Pengamatan
Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran mengunakan model pembelajaran
No
|
Aspek Yang Diamati
|
Penilaian
|
|||
4
|
3
|
2
|
1
|
||
1.
|
Kegiatan
Pendahuluan
|
||||
a) Menjelaskan
topik yang dikaji dan tujuan pembelajaran
|
|||||
b) Memberikan
memotivasi dan apersepsi terhadap materi yang akan dipelajari
|
|||||
2
|
Kegiatan Inti
|
||||
c) Melakukan
pembagian peserta didik dalam kelompok secara heterogen
|
|||||
d) Memberikan
simulasi berupa fakta dalam bentuk
video yang sesuai
|
|||||
e) Mengkonvirmasi
hasil percobaan dan diskusi i secara umum dan menjelaskan hal-hal yang belum
dipahami peserta didik
|
|||||
f) Membimbing
peserta didik untuk membuat kesimpulan dari hasil percobaan dan diskusi
|
|||||
3
|
Penutup
|
||||
g) Membimbing
peserta didik untuk membuat rangkuman kegiatan pembelajaran
|
|||||
h) Menguji
kompetensi pemahaman peserta didik
|
|||||
4
|
Waktu
|
||||
i)
Pengelolaan waktu
|
|||||
5
|
Suasana
Kelas
|
||||
j)
Antusias Guru
|
|||||
Total
|
|||||
Rata-rata
|
Data
kinerja atau kemampuan guru dalam proses pembelajaran dinyatakan dalam bentuk
skor rata-rata tingkat kemampuan guru. Skor tersebut kemudian dideskripsikan
dengan mengacu pada tabel dibawah ini.
Tabel
3.2
Kategori Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Skala penilaian Tingkat Kemampuan
Guru
|
Kriteria
|
4
|
Sangat
Baik
|
3
|
Baik
|
2
|
Cukup
|
1
|
Kurang
Baik
|
Sumber:
Leton, (2008: 59)
Keterangan: TKG =
Tingkat Kemampuan Guru
Data
hasil pengamatan aktivitas siswa terhadap proses pembelajaran dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel
3.3
Data
pengamatan aktivitas siswa
No.
|
Aspek Yang Diamati
|
penilaian
|
|||
1
|
Mendengarkan setiap informasi yang diberikan oleh guru
|
||||
2
|
Membuat
rumusan masalah dan hipotesis dalam
pembelajaran
|
||||
3
|
Melaksanakan
percobaan sesuai prosedur
|
||||
4
|
Aktif
berdiskusi dalam kelompok
|
||||
5
|
Mempresentasikan
hasil diskusi di depan kelas
|
||||
6
|
Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru
|
||||
7
|
Mengerjakan
soal-soal latihan yang diberikan guru
|
||||
8
|
Menarik
kesimpulan suatu konsep
|
||||
Jumlah
|
|||||
Rata-rata
|
Data
pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dinyatakan dalam
bentuk skor rata-rata tingkat aktivitas
siswa. Skor tersebut kemudian dideskripsikan dengan mengacu pada tabel dibawah
ini.
Tabel
3.4
Kategori
aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
Skala Penilaian Aktivitas Siswa
|
Kriteria
|
4
|
Sangat
Baik
|
3
|
Baik
|
2
|
Cukup
|
1
|
Kurang
Baik
|
Sumber: Leton, (2008: 59)
Keterangan : AKPD = Aktivitas kegiatan peserta
dididik
Langkah-langkah
analisa data observasi adalah sebagai berikut:
1. Merekapitulasi
data
Pada tahap ini juga
peneliti membuat rangkuman hasil observasi peneliti dari kedua observer dan
hasil observasi kegiatan siswa dari kedua observer. Nilai dari masing-masing observer
untuk setiap aspek yang dinilai dijumlahkan dan dibagi dua. Nilai rata-rata
tersebut diisi pada tabel hasil observasi dari kedua observer terhadap kegiatan
peneliti dan kegiatan siswa selama pelaksanaan tindakan yang telah disiapkan.
2. Mereduksi
data
Mereduksi data yang di
dalamnya melibatkan kegiatan menajamkan, mengkategorikan dan mengklasifikasikan
data sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi.
3. Menyajikan
data
Analisis selanjutnya
menyajikan data sedemikian sehingga dapat ditarik kesimpulannya.
4. Menarik
kesimpulan
Setelah data tersebut
disajikan, selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan tentang penerapan model pembelajaran CORE dengan
teknik scramble.
1.6.1
Analisis
Data Hasil Wawancara
Analisis
hasil wawancara menggunakan analisis data kualitatif dimana wawancara dilakukan
berkali-kali dan data-data pada kegiatan ini dikelompokan sesuai dengan dominan dan sub-dominan yang
telah dipilih. Setelah melakukan wawancara, dilakukan penelitian terhadap hasil
wawancara tersebut. Selanjutnya diperolehkan hal-hal yang menonjol.
1.6.2
Analisis
Data Hasil Tes.
1. Data
hasil tes setiap siklus dianalisa untuk mengetahui tingkat pemahaman setiap
siswa.
Untuk
menentukan ketuntasan hasil belajar siswa pada model pembelajaran CORE dengan
teknik scramble, digunakan analisis
dari tes hasil belajar siswa. Ketuntasan hasil belajar secara individual yakni,
seorang siswa dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai ≥ 75, dengan
menggunakan rumus:
Penentuan
ketuntasan klaksikal yang digunakan adalah ketuntasan dari Depdiknas yang
berlaku bagi SMP dan SMA. Ketuntasan hasil belajar secara klasikal menurut kemp
dalam Leton (2008:48), tujuan pembelajaran tercapai jika materi tuntas
dipelajari oleh siswa. Ketuntasan hasil
belajar secara klasikal jika paling sedikit
85% siswa memperoleh skor 75 pada tes hasil belajar. Keberhasilan kelas
dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai skor 75, sekurang-kurangnya
85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Oleh karena itu, ketuntasan
hasil belajar secara klasikal pada penelitian ini tercapai jika paling sedikit
85% siswa memperoleh skor minimal 75 pada hasil tes belajar yang dihitung
dengan rumus :
2. Langkah
selanjutnya adalah menyajikan data tersebut sedemikian sehingga dapat
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3. Menarik
kesimpulan
Berdasarkan penyajian data tersebut,
selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan tentang penerapan model pembelajaran
CORE dengan teknik scramble sebagai
upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
3.7 Kriteria Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini
diperlihatkan oleh data observasi dan data hasil tes. Data hasil tes mengacu
pada Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata pelajaran fisika. Ketuntasan
Minimum (KKM) adalah kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan di awal tahun ajaran oleh satuan
pendidikan atau beberapa satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru
mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang
memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP
secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Ada tiga (3) aspek
yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan KKM, yaitu kompleksitas, daya
dukung, dan intake. Kompleksitas mengacu pada tingkat kesulitan Kompetesi Dasar
yang bersangkutan. Daya dukung meliputi kelengkapan mengajar seperti buku,
ruang belajar, laboratorium, dan lain-lain. Sedangkan intake merupakan
kemampuan penalaran dan daya pikir siswa
yang dimiliki pada awal pembelajaran. Kriteria Ketuntasan Minimum mata
pelajaran fisika di SMP N 3 Krayan adalah 75. Jadi, siswa dikatakan tun tas
belajar jika mendapat nilai ≥ 75.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung :
Sinar Baru Algesindo
Anonim, 2010. “Model Pembelajaran CORE Dengan Pendekatan
Metakognitif”.
Ambon:
Skripsi
Arikunto,S, Suhardjono, Supardi.
2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT
Bumi
Aksara.
Bousaka, Fatma.2009. “Penerapan Pengajaran Terbalik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
Siswa SMA Negeri 4 Kupang Tahun Ajaran 2009/2010”. Skripsi S1 pendidikan. Universitas Nusa Cendana kupang
Dahar, R.W. 1998. Teori-Teori
Belajar. Jakarta : PT Erlangga
Darisman, 2007. Ayo Belajar Berbahasa Indonesia.
Bogor: Yudhistira dalam http://ipotes.wordprerrs.com/tag/2008/10/pembelajaran kooperatif scramble
diakses pada hari Senin, 1 Agustus 2011)
Depdiknas, 2003. Kurikulum 2004
Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains.
Jakarta
. Depdiknas
Kardiawarman, 1997. “Diagnosa Kesulitan Belajar IPA-Fisika di SLTP
ditinjau dari kemampuan membaca dan keterbacaan”, Jakarta : Jurnal
Gulo, W. 2002. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta : Grasindo
Hamalik, 2007. Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara
Ibrahim , M. 2000. Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa
Kamajaya, Suardhana Linggih, 1984. Penuntun Pelajaran Fisika,
kelas 2 Semester
3
dan 4. Ganeca Exact Bandung
Koes,
S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang : JICA
Sadiman, dkk. 1996, Media Pendidikan, Jakarta :
GrafindoPersada.
Sidjabat, B. S, 2000. Mengajar
secara profesional. Bandung: Soli Deo Gloria
Slameto,
2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana, 1996. Metode Statistik, Tarsito: Bandung
( diakses pada hari
Minggu, 1 Juni 2014)
Tanireja,
dkk. 2009.
“Pembelajaran Kooperatif”.
Bandung: Alfabeta dalam http://tpcommunity05.blogspot.com.model-model
pembelajaran ( diakses pada hari
Senin, 1 Agustus 2011)
Usman, M. U, 1995, Menjadi
Guru Profesional. Edisi II. Bandung: Rosdakarya
Vardiansyah, Dani.2008. Filsafat Ilmu Komunikasi:
Suatu Pengantar, Indeks:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar